Selasa, 14 Mei 2024

INFORMASI :

SUGENG RAWUH DI WEBSITE DESA CANDIWULAN KECAMATAN ADIMULYO KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH. PELAYANAN BALAI DESA CANDIWULAN SENIN - KAMIS JAM 07.30-15.30 WIB DAN KHUSUS JUMAT PUKUL 07.30-11.00 WIB.

SEJARAH DESA CANDIWULAN

SEJARAH DESA CANDIWULAN

Desa Candiwulan terdiri 3 dusun : Dusun Kesongging, Dusun Srepeng, Dusun Klapasawit, ketiga dusun tersebut ada 9 Rt dan 3 Rw.

Dukuh Kesongging :

Sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1940 Negara Indonesia masih dijajah oleh Belanda. Namun di desa-desa termasuk di desa Candiwulan menurut cerita orang tua , para kaum tani dan penduduk desa hidup tenteram, walau Negara sedang dijajah, setiap orang bercocok tanam selalu subur, hingga ada pepatah tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Dari segi baiknya masyarakat di suruh sekolah dengan gratis, bahkan alat-alat pun juga dikasih . Namun setelah Bangsa Belanda mundur dari Indonesia, masuklah Bangsa Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942 dengan julukan Bangsa Nipon atau Anjing Nika , pada masa penjajah Jepang masyarakat Indonesia termasuk Desa Candiwulan hidupnya sengsara semua hasil bumi dirampas dengan adanya teori Alarem , kalau Alarem berbunyi masyarakat disuruh masuk lobang di dalam tanah, pada saat itu hasil bumi di rampas oleh tentara Jepang dan dibuang ke laut, masyarakat menjadi kelaparan dan timbul beberapa penyakit disebut juga muncul pageblug yang paling banyak diderita adalah penyakit koreng dan demam, orang mati setiap hari lebih dari satu pada jaman itu orangnya masih percaya pada tahayul orang sholat boleh dikatakan masih bisa dihitung dari jauh. Masih banyak orang maksiat, seperti judi, minuman keras, main perempuan, bahkan seorang Pimpinan Lurah pun juga menjadi pelopor judi dan banyak yang beristri lebih dari satu masa jajahan Jepang selama 3,5 tahun. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1965 muncul gerakan G 30 S/PKI Orang Candiwulan juga ada yang tersangkut G 30 S/PKI. Pada tahun 1966 juga ada pageblug lagi, petani gagal panen karena muncul hama tikus yang luar biasa, masyarakat kelaparan lagi, namun setelah masuk Pemerintah Orde Baru, sedikit demi sedikit masyarakat mulai ada perubahan dari segi pendidikan umum maupun pendidikan agama . Pada tahun 1976 di Kesongging mendirikan Masjid , dengan menebang Pohon Jati yang dahulu dianggap sebagai punden. Oleh Bapak K.H Ansori,BA di tebang untuk membangun Masjid Kesongging. Pada waktu itu juga pro dan kontra , namun dari keinginan keras dari Bapak K.H. Ansori,BA pohon kayu Jati tetap ditebang dijadikan untuk membuat Masjid. Setelah ada Masjid masyarakat mulai banyak orang beribadah, satu demi satu ada yang naik Haji,muncul rombongan Yasinan/Tahlil,anak –anak mengaji , sampai sekarang ini boleh dikatakan Bapak K.H. Ansori,BA adalah tokoh Agama Islam  di Kesongging, maka dijadikan Kyai.

Dari sumber pelaku sejarah yang bernama Bapak Wirareja (Kami Tua ) pernah bercerita bahwa menurut beliau Dukuh Kesongging diambil dari riwayat jaman dahulu , yaitu ada seorang ahli sungging, namun bukan sungging wayang tapi sungging batik, namanya Nyai Kweni atau Nyai Woni dia ada hubungannya dengan Mbah Sabuk Mimang , namun hubungannya entah istri entah saudara, dia pekerjaannya nyungging batik, tapi entah kenapa sekarang ada pesarehan Nyai Kweni berada di Dukuh Srepeng dan orang juga tidak ada yang tahu persis pada  tahun berapa, hanya cerita sepotong-potong tapi cerita tersebut di kaitkan dengan bukti yang ada di dukuh Kesongging ada sawah namanya Si Woni dan kalau kaitkan dengan Dukuh Ngebak juga agak nyambung. Di Ngebak ada pabrik wedel di Kesongging ada ahli sungging batik, jadi di namakan Dukuh Kesongging  semua itu diperkirakan pada masa Pemerintahan Belanda menjajah Indonesia +  tahun 1830.

 

Dukuh Srepeng :

Asal mula diberi nama dukuh Srepeng karena sebagian besar masyarakat sebagai penjual bibit sayuran yang dihasilkan dari menanam sendiri. Cikal bakal orang yang menghuni wilayah Srepeng adalah bernama Sabuk Mimang . Karena orang sakti tersebut mempunyai jimat berupa sabuk. Dan selanjutnya nama tersebut digunakan sebagai nama sawah Lurah yaitu sawah Sabuk. Ceritanya, Pak Lurah yang menggarap sawah tersebut  kalau mau pergi menengok ke sawah harus mengenakan Sabuk. Kalau Pak Lurah lupa tidak mengenakan sabuk maka sampai di sawah dikejar-kejar oleh ular besar yang dikepalanya ada tangkai padinya. 

Di Dukuh Srepeng pada jaman dahulu setiap bulan Syura mengadakan Syuran dengan menyembelih Kerbau dagingnya dibagikan kepada seluruh warga setelah dimasak ( becek ) masyarakat disuruh mengambil sendiri dengan membawa bambu (bumbung) dan kepala kerbau ditanam di perempatan jalan namanya Prabatan (nama tempat keramat jaman dahulu).  Dan sorenya diadakan kenduri. Sampai sekarang adat tersebut sebagian masih dilaksanakan oleh warga tetapi yang disembeli adalah kambing, dibagikan kepada warga dan untuk membuat  selamatan dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam yaitu dengan mengadakan tahlil, pengajian dan doa bersama dengan harapan di  Tahun Baru dijauhkan segala bala amal ibadahnya ditingkatkan dan diberikan keselamatan dunia dan akhirat.

Dukuh Kelapasawit :

Tersebutlah seorang pengembara yang bernama  Jiwantaka. Pada suatu hari dia beristirahat di tengah hutan. Saat beristirahat dia melihat ada keanehan di hutan ini yaitu ada satu pohon kelapa yang tumbuh diantara pohon-pohon yang lain. Sebelum dia melanjutkan perjalanannya mengembara, dia membuka lahan untuk tinggal sementara waktu. Untuk memberi tanda /tetenger ,tempat ini diberi nama KELAPA SAK WIT, yang artinya pohon kelapa satu batang. Untuk mempermudah pengucapannya kalimat Kelapa sak wit lama-lama berubah menjadi Kelapasawit . sebelum melanjutkan pengembaraannya beliau sempat berpesan, jika anak keturunannya bertanya tentang saya, disinilah tempat petilasannya. Terdapat bukti bahwa peristiwa di atas pernah terjadi yaitu di sebelah barat daya dukuh Kelapasawit terdapat tempat yang oleh Masyarakat di yakini sebagai pesanggrahan JIWANTAKA. Masyarakat menyebutnya Mbah Jiwantaka. Dan pada hari hari tertentu sebagian Masyarakat dukuh Kelapasawit mengadakan do’a untuk Mbah Jiwantaka karena atas jasa-jasa beliau.   

Terbentuknya Pemerintah Desa Candiwulan pada saat itu dahulunya 2 (dua) desa terdiri dari Desa Klapasawit dan dari 2 dukuh yaitu dukuh Kesongging dan dukuh Srepeng dan secara wilayah yang berupa daratan yang kalau dilihat dari atas seperti huruf C ataupun ) ataupun berbentuk bulan dan atau huruf C sehingga dinamakan Candi dan bulan sehingga tersebut nama  “ CANDIWULAN “, maka juga dulu ada yang menamakan seperti  Desa Candiwulan, Kemudian di gabung menjadi 1 Pemerintahan yang pada saat itu dinamakan Pemblengketan yaitu menjadi PEMERINTAH DESA CANDIWULAN.

Bagikan :

Tambahkan Komentar Ke Twitter

Arsip Sejarah Desa

Statistik Pengunjung